BERITA TERBARI HARI INI – Tifa Totobuang, Gabungan 2 Alat Musik Tradisional Khas Maluku. Tifa totobuang merupakan alat musik tradisional khas Maluku. Nama alat musik ini sebenarnya berasal dari dua alat musik tradisional Maluku, yakni tifa dan totobuang.
Dalam tifa totobuang, dua alat musik tersebut memiliki fungsi berbeda. Meski demikian, keduanya saling mendukung satu sama lain, sehingga mampu melahirkan harmoni yang khas dan indah.
Mengutip dari indonesiakaya.com, tifa merupakan alat musik tradisional khas Indonesia Timur yang dapat dengan mudah ditemukan di Maluku dan Papua. Masyarakat Maluku memiliki julukan lain untuk tifa, yakni tihato dan tihal di Maluku Tengah, tibal (Fordate dan Tanimbar), dan titir (Aru).
Setiap daerah juga memiliki tifa dengan bentuk berbeda-beda. Namun, umumnya berbentuk bulat dengan badan kerangka yang terbuat dari kayu berlapis rotan sebagai pengikat. Adapun bagian bidang pukulnya terbuat dari kulit kambing atau rusa.
Tifa dimainkan dengan tongkat pemukul dari gaba-gaba (pelepah dahan sagu). Biasanya, pemain tifa juga memukul alat musik tersebut hanya dengan tangan kosong. Selain sebagai alat musik, penduduk Maluku juga menggunakan tifa sebagai sarana komunikasi yang digantung di pintu rumah atau masjid.
Alat itu biasanya digunakan untuk memanggil orang agar berkumpul di rumah baileo, yakni rumah adat Maluku. Ada juga yang menyebutnya dengan nama tifa marinyo yang biasanya digunakan untuk mengabarkan berita kematian (tifa orang mati).
Tifa terdiri dari beberapa jenis, seperti tifa jekir, tifa dasar, tifa potong, tifa jekir potong, dan tifa bas. Yang menjadi pembeda adalah ukuran, bentuk, dan suara yang dihasilkan.
Alat Musik Melodis
Sementara itu, totobuang merupakan alat musik melodis yang memiliki nada dan bentuk menyerupai gamelan khas Jawa. Namanya berasal dari kata tabuh yang berarti menabuh atau bermain gamelan.
Totobuang mulai dikenal bersamaan dengan masuknya Islam ke Maluku pada abad ke-15. Instrumen berbentuk gong dengan ukuran berbeda ini dibawa sebagai oleh-oleh atau cinderamata dalam acara angkat pela.
Pada 1724, keberadaan totobuang terdiri dari lima hingga enam gong kecil dalam sebuah rangka kayu. Alat musik itu dimainkan dengan cara dipukul dengan sepasang tongkat.
Seiring berjalannya waktu, jumlah gong dalam totobuang bertambah. Saat ini, totobuang terdiri dari beberapa gong kecil dalam berbagai ukuran dan nada berbeda, mulai dari sembilan, 12, 14, hingga 18 gong kecil.
Gong-gong itu disusun dalam dua kolom dan diletakkan di atas rangka kayu. Alat musik ini tidak dimainkan dengan dinamika yang sama, melainkan ada yang pelan hingga yang kuat. Totobuang kerap dimainkan dalam berbagai ritual agama dan tradisional, termasuk untuk mengiringi pengantin. Dari dua alat musik tersebut, jelas bahwa tifa dan totobuang adalah dua alat musik berbeda. Namun, keduanya dapat menghasilkan perpaduan harmoni yang manis dan indah jika digabungkan.
Tifa totobuang biasanya dimainkan dalam acara-acara adat, hiburan, maupun untuk menyambut tamu. Alat musik ini juga kerap dimainkan untuk mengiringi tari sawat, sebuah tarian Maluku yang lahir dari warisan budaya para pedagang Arab yang pernah berdagang di Jazirah Al-Mulk atau Maluku.